SUASANA ruang dinas Bupati Bojonegoro tertata rapi beberapa meja bundar dan kursi serta hidangan tersaji lengkap dengan kopi. Perhelatan medhayoh dan audiensi bersama Bapak Bupati Bojonegoro dengan seniman dan budayawan yang telah terjadwal pada 16 Mei 2025 pukul 11.00 wib digelar. Para seniman dan budayawan dari berbagai unsur yang diprakarsai oleh Ketua Dewan Kebudayaan Bojonegoro, Kang Zen Samin. Hadir pula para pemangku kebijakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro bersama Kepala Bidang Kebudayaan yang berperan sebagai moderator dan notulen. 30 aktor dari berbagai komunitas mulai dari seni rupa, kriya, seni pertunjukan, sastrawan, paguyuban Pepadi, sanggar seni, pantomime, pendongeng, fotografer, videographer, film, konten kreator, pegiat cagar budaya, sedulur Samin, dan tokoh budaya lainnya, semua hadir memenuhi ruang dan saling ngudoroso sambil menunggu hadirnya Bapak Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono.
Sambil nyruput kopi diantara sejuknya tiupan AC dan kehangatan sinar matahari menyibak di sela-sela korden jendela, pancaran visi dan misi membangun kebudayaan di Bojonegoro mengiringi kedatangan Bapak Bupati. Serentak para hadirin berdiri melempar senyum dan saling berjabat tangan. Sambil menyingkap halaman demi halaman white paper yang terjilid rapi berisi gagasan dan harapan seniman dan Budayawan Bojonegoro yang telah disampaikan resumenya dalam sambutan Ketua Dewan Kebudayaan Bojonegoro, Kang Zen Samin. Tiba saatnya detik-detik orasi budaya yang disampaikan Bapak Bupati Bojonegoro tentang gagasan yang tersirat dalam cerita nostalgia masa kecil.
’’Saya teringat oleh pertanyaan teman kolega waktu di Istana Ibu Kota beberapa tahun silam, masihkah ada pertunjukan wayang Thengul atau Reog Gendruwon Ayon-Ayon? Berikan khabar ya! Saya beserta rombongan akan datang dan ingin menyaksikannya’’. Cerita Bapak Bupati meggugah harapan peserta audien. Ini atensi penting yang menjadi highline dalam medhayoh lungguh bareng tersebut. Lalu bagaimana ini menjadi pijakan menyusun blueprint peta konsep pembangunan Bojonegoro di sektor pariwisata dan kebudayaan. Gendruwo dalam pasungan masih terdengar kisahnya di Ibukota, hanya menyisakan cerita nostalgia masa kecil kita. Lalu bagaimana sekarang nasibnya?
Seorang ibu berusia senja, Sulastri namanya, salah satu peserta audien mewakili komunitas paguyuban Reog Gendruwon Ayon-Ayon menyela orasi saat sesi tanya jawab, ’’Reog Gendruwon Ayon-Ayon taksih wonten Pak, nggih sak mampu-mampune Kulo Pak, dospundi sagede lestari mboten punah’’. Terjemahan ungkapan tersebut ’’Reog Gendruwon Ayon-Ayon masih ada Pak, Ya semampu-mampunya saya, bagaimana supaya masih bisa lestari dan tidak punah”. Ini bukan sekedar dialog obrolan seperti di warung kopi, tetapi menjadi pemantik kita bersama tatkala Bojonegoro yang merupakan daerah penyumbang pendapatan tertinggi Negara di sektor migas, memilki APBD yang fantastis, yang seharusnya juga bisa membawa dampak nyata pada pembangunan manusia dan budaya di Bojonegoro.
Mari kita lepaskan pasungan Gendruwo yang selama ini hanya makan dari belas kasihan dan kita jadikan Raksasa Emas yang bisa memberikan dampak kemakmuran masyarakat Bojonegoro. Gendruwo ini bukan anakan Thuyul yang suka nyusu yang kemudian menggerogoti tubuh majikannya, tetapi ini adalah ikon budaya yang mendunia sekaligus penggerak ekonomi Bojonegoro. Lantas bagaimana langkah nyata yang akan kita tempuh?Jawabannya adalah Menyusun Perencaaan Blueprint tata kelola Reog Gendruwon Ayon-Ayon Bojonegoro adalah awal kita menyatukan peresepsi, visi dan misi dengan schedule aksi yang terukur.
Pertama, Mempertahankan nilai tradisi, relevansi di era modern dengan mengadaptasikan konten dan teknologi, serta peningkatan pendapatan daerah melalui pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai rumusan tujuan. Kebijakan regulasi, adanya payung hukum yang tertuang dalam perda perlindungan seni budaya khususnya pelestarian Reog Gendruwon Ayon-Ayon (referensi: Studi kasus: Perda Reog Ponorogo). Peraturan ini yang akan mengatur tentang standarisasi pertunjukan baik pakem maupun inovasi, pendanaan tetap dari APBD maupun sumber dana lain dengan detail prosentasenya.
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dengan melakukan pendaftaran segala unsur dan variabel tentang struktur bentuk dan performace Reog Gendruwon Ayon-Ayon. Bentuk kostum, make-up/bentuk topeng, property pertujukan, iringan musik, gerakan tari, naskah, bahasa, ritus/tradisi ritual pra pertunjukan sebagai copyright. Stakeholder yang dititikberatkan pada pembentukan lembaga khusus pengelola, misalnya Bidang Khusus Reog Bojonegoro, yang didalamnya beranggotakan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Seniman, Akademisi, dan Dewan Kebudayaan/Kesenian). Adapun tugas pokok dan fungsinya bisa meliputi kurasi festival tahunan, palatihan menejemen seni kepada sanggar-sanggar, evaluasi progress guna menetapkan rencana dan rambu-rambu pelaksanaan kinerja selanjutnya.
Kedua, Pengembangan sumber daya manusia, regenerasi seniman dengan mensinergikan terhadap regulasi kebijakan Dinas Pendidikan yang mengatur tentang adanya kelas seni dalam muatan lokal atau ekstrakurikuler di jenjang SD-SMA, mendirikan SMK rumpun Seni Budaya (SMKI, SMSR atau SMIK), memberikan beasiswa kepada pelajar berbakat untuk melajutkan di jenjang S1 jurusan seni, membuat pelatihan masterclass dengan melibatkan seniman senior mentorship program kepada seniman muda, jika dimungkinkan mendirikan program studi/ jurusan seni pada jenjang perguruan tinggi yang ada di Bojonegoro.
Digitalisasi dan dokumentasi dengan melakukan repository digital berisi arsip-arsip sejarah, foto, video pertunjukan, partitur musik dan sebagainya. Konten kreatif dari berbagai pengalaman kelas lembaga sekolah, sanggar dengan memanfaatkan media sosial You Tube, Tik Tok, Instagram yang berisi tentang tutorial gerakan tari reog, kegiatan ritual pra pertunjukan reog, aktifitas membuat kostum, topeng, marchendise, semua kegiatan yang bernuansa reog.
Ketiga, menentukan strategi pemasaran dan ekonomi kreatif. Dari sektor pariwisata budaya dengan beberapa langkah nyata dengan membuat paket penggabungan wisata geopark, paket wisata jelajah reog dengan fieldtrip ke sanggar-sanggar, layanan Program P5 kepada sekolah, pertunjukan eksklusif pada acara-acara seremonial, kunjungan di desa wisata, hotel maupun panggung-panggung lainnya. Mengadakan festival tahunan berbagai jenjang usia baik dalam bentuk parade carnival, kolaborasi dengan komunitas reog daerah lain, atau Jawa Timur Tourism Board.
Pada sektor ekonomi kreatif, menciptakan merchandise bentuk topeng, kaos, accessories, motif batik, bernuansa reog. Melakukan kemitraan dengan UMKM dan IKM lokal. Membangun konten-konten monetisasi seperti live streaming berbayar pertujukan khusus, NFT koleksi digital artwork reog. Melakukan riset pengembangan teknologi dan inovasi yang mampu mendongkrak pemasaran dapat dilakukan misalnya dengan menciptakan game, aplikasi Augmented Reality (AR) yang memberi penawaran berbagai produk barang dan jasa bernuansa reog, dan Virtual Reality (VR) yang menawarkan tentang keterlibatan di dalam lingkungan kegiatan berkesenian reog, pengalaman menonton reog, kegiatan memotret para fotografer, dibalik layar pertunjukan reog videographer, film dokumenter. Menciptakan pasar merchandise reog berbasis ECommerce di platform yang sudah ada seperti Tokopedia, Shopee, Alibaba, Bli-bli dan lain sebagainya.
Keempat, Kolaborasi multi-pihak, dalam hal ini bisa menggunakan metode Pentahelix Plus. Peran kelima aktor (Pemerintah, Akademisi, Pelaku Bisnis, Komunitas, Media) ditambah Generasi Muda yang merupakan aktor ke enam dan berperan sebagai innovator. Masing-masing aktor berperan dengan menentukan goal setting program, Pemerintah berperan dalam hal regulasi, infrastruktur, pendanaan dengan bentuk program festival, diklat pelatihan. Akademisi berperan dalam melakukan riset, membuat kurikulum, kegiatan-kegiatan ilmiah dengan bentuk program pusat studi reog baik di sekolah formal maupun non-formal. Pelaku bisnis berperan dalam pemasaran dan sponsorship dengan bentuk program CSR. Komunitas berperan sebagai pelestarian dalam bentuk program sanggar-sanggar. Media berperan sebagai promotor dengan bentuk program kampanye-kampanye tentang reog. Generasi muda yang merupakan aktor plus berperan sebagai innovator dengan bentuk program komunitas reog digital.
Kelima, Menentukan indikator keberhasilan sebagai progress report berjenjang sekaligus pijakan evaluasi terhadap rencana dan pelaksanaan kinerja selanjutnya. Indikator keberhasilan ini dapat ditetapkan prosentase masing-masing variable. Pada aspek kultur asumsi peningkatan jumlah sanggar +20% dalam 3 tahun, pada aspek ekonomi asumsi peningkatan kontribusi pariwisata budaya pada PAD +15% per tahun, dan aspek sosial asumsi peningkatan partisipasi generasi muda dalam sanggar +30%. Beberapa contoh membuat proyek percontohan seperti ’’Reog Creative Hub” sebuah tempat kolaborasi para seniman, desainer, dan tech startup bekerja bersama-sama dan saling terhubung dalam multidisiplin ilmu pengetahuan. ’’Reog Goes to School” kegiatan roadshow komunitas sanggar ke sekolah-sekolah dengan menyesuaikan kalender akademik menyuguhkan pertunjukan dan memberikan workshop singkat. ’’Piloting Proyek Sanggar” di beberapa desa di kecamatan untuk membentuk sanggar-sanggar baru atau memaksimalkan program sanggar yang sudah ada, guna mewadahi generasi-generasi sekolah di wilayah zona desa/kecamatan.
Semua uraian tersebut memerlukan dokumen-dokumen pendukung dalam menentukan rencana aksi dengan timeline 5 tahun (2025-2030). Kolaborasi alokasi anggaran APBD, APBDes, APBS dan pihak swasta serta MoU kerjasama dengan Pemerintah Desa, SKPD Kecamatan, Sekolah/Kampus dan UMKM/IKM. Dengan blueprint ini Reog Gendruwon Ayon-Ayon diharapkan mampu menjadi ikon budaya yang mendunia sekaligus penggerak ekonomi Bojonegoro. Melepas pasung gendruwo jelmaan raksasa emas bukan sekedar kisah legend epic melainkan aksi nyata Bojonegoro untuk Indonesia mercusuar dunia yang tercatat pada lembaran Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) level UNESCO dan berdampak pada peningkatan kesejahteran serta kemakmuran rakyat Bojonegoro yang nyata. ***
Penulis: Hendro Lukito
(Seniman, Sekretaris Dewan Kebudayaan Bojonegoro)
