Bojonegoro, Waskat.id – Tadarus crita cekak (cerkak) karya mendiang Djajus Pete berjudul ”Bedhug” berlangsung khidmat. Tadarus Cerkak Bedhug ini diselenggarakan Sanggar Sastra Djajus Pete, bertempat di sekretariat Sanggar Sastra Djajus Pete Jln. K.S. Tubun Gang Iro 5 Kadipaten, Bojonegoro, pada Minggu 13 Juli 2025.
Slamet Widodo, seorang guru MTsN 3 Kepohbaru, Kecamatan Kepohbaru membacanya pada giliran pertama. Slamet Widodo sudah 8 kali cerita pendeknya dimuat di Jawa Pos Radar Bojonegoro. Dia mengaku sangat terkesan dengan cerkak Bedhug karya Djajus Pete.
Pembacaan selanjutnya oleh Moh. Alim, guru SMAN 1 Kepohbaru dan Fathur Rohman dosen dan guru SMA Ahmad Yani Baureno, Kabupaten Bojonegoro.
Cerkak Bedhug menceritakan tentang bedug di surau yang bersuara keplek, tidak enak didengar saat ditabuh. Seorang pelaku dalam cerkak ini mengusulkan kepada merbot (takmir) agar bedug yang jelek suaranya diganti dengan bedug baru agar terdengar indah suaranya.
Upaya mengganti bedug dilakukan dengan berbagai cara namun bedug baru tetap tidak berbunyi nyaring dan indah. Pada suatu hari kemudian, sang pelaku dalam cerkak mendengar bunyi bedug di surau terdengar sangat nyaring dan indah. Ia mengira itu suara bedug baru, namun setelah dicek terntara yang berbunyi nyaring tetap bedug lama.
Secara surealis hal ini mengisyaratkan pesan soal bunyi atau tidaknya bedug tergantung pada pikiran dan kebersihan hati nurani pendengarnya.
Setelah pembacaan dilakukan kajian karya dan kesaksian tentang pengarang Djajus Pete. Selain tiga pembaca itu, kesaksian diberikan oleh Kang Zen Samin Ketua Dewan Kebudayaan Bojonegoro dilanjutkan Yonathan Rahardjo dari Komite Sastra.
Djajus Pete yang tinggal dan mendedikasikan hidupnya di Bojonegoro terlahir pada 1 Agustus 1948 di Ngawi, meninggal di Bojonegoro pada 19 Juli 2022 adalah pengarang sastra Jawa terkemuka dan produktif semasa hidupnya. Karyanya berupa cerita pendek (cerkak) dan puisi (geguritan) sering dimuat di berbagai majalah Jawa ternama seperti Penjebar Semangat, Jaya Baya, dan Djaka Lodang.
Gaya penulisan Djajus Pete unik, sering kali surealis, dan kaya akan simbolisme. Karya-karyanya selalu mengajak pembaca untuk berpikir lebih dalam. Atas dedikasinya, Djajus Pete menerima Penghargaan Sastra Rancage pada tahun 2001 untuk kumpulan cerita pendeknya yang berjudul “Kreteg Emas Jurang Gupit.”
Slamet Widodo mengungkap terkesan dengan kepribadian sang pengarang Djajus Pete yang menurutnya ikhlas dalam berbagi ilmu. Slamet mengaku pernah mengikuti pelatihan menulis cerkak dibimbing Djajus Pete pada 2020.
Tadarus karya Djajus Pete adalah cara Sanggar Sastra Djajus Pete untuk menghormati, mengenang Djajus Pete dan melanjutkan warisan sastra dari sastrawan Jawa terkemuka ini.
“Sanggar Sastra Djajus Pete” sendiri merupakan sebuah komunitas sastra yang merupakan cerminan dari dampak dan pengaruh abadi Djajus Pete terhadap sastra Jawa, berupaya melestarikan warisan sastra Jawa.
Sanggar Sastra Djajus Pete berpusat di Desa Purwosari, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, tempat tadarus cerkak Djajus Pete adalah sekretariat sanggar di pusat kota Bojonegoro guna memudahkan komunikasi dengan masyarakat luas dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dalam bidang seni sastra dan budaya.
Inisiatif kelahiran Sanggar Sastra Djajus Pete sudah digagas oleh Kang Zen Samin semasa Djajus Pete masih hidup. Pengumuman bakal kelahirannya pada Minggu 12 Pebruari 2025 oleh Kang Zen Samin didampingi Yonathan Rahardjo dan Ellisabeth Vitta.
Pada Maret 2025 Sanggar Sastra Djajus Pete diperkuat oleh Fathur Rohman, Slamet Widodo, dan Moh. Alim dari Kecamatan Kepohbaru, dan Soeheri dari Kecamatan Pungpungan.
Mereka bersama Yonathan Rahardjo sekaligus bagian dari Dewan Kebudayaan Bojonegoro yang diketuai oleh Kang Zen Samin yang pada 6 Mei 2025 melakukan audiensi dengan Bupati Bojonegoro guna pelestarian dan pengembangan kebudayaan Bojonegoro dalam kepemimpinan Bupati Setyo Wahono. ***
Wartawan: Ellisabeth Vitta
