Bojonegoro, Waskat.id – Pastor Gereja Katolik Santo Paulus, Bojonegoro, Romo Antonius Sapta Widada, CM, dalam khotbah Homili, Minggu (23/3/2025) menyoroti berbagai bencana yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Romo Antonius mengatakan, berbagai bencana seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran, serta kecelakaan yang menewaskan warga Bojonegoro baru-baru ini merupakan buah perbuatan manusia.
’’Namun demikian banyak orang berpendapat bahwa Tuhan sedang menghukum manusia,’’ kata Romo Antonius Sapta yang juga pengurus FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Bojonegoro.
Pada Misa Minggu masa pra Paskah itu, Romo Sapta mengungkap berdasar Firman Tuhan, bahwa perbuatan orang fasik tidak baik. Bila orang fasik tidak bertobat maka mereka akan mengalami berbagai akibat perbuatannya.
’’Jangan mengatakan bila orang lain kecelakaan berarti Tuhan menghukum mereka,” kata Romo Sapta seraya menambahkan, bila kita menganggap demikian, berarti menganggap kita lebih tinggi dari orang lain.
Pastor Gereja Paroki Santo Paulus ini, menegaskan, bahwa Tuhan tidak pernah menghukum. Dengan menyebut mereka sedang dihukum Tuhan, berarti kita menghakimi mereka. Padahal Tuhan juga tidak sedang menghakimi mereka. ’’Berbagai bencana itu bukan karena Tuhan menghakimi mereka, tetapi karena kesalahan manusia sendiri,’’ tandasnya
Kebanjiran, kebakaran, dan lain-lain, itu akibat kesalahan manusia sendiri. Sehingga orang yang tidak bertobat dari kesalahannya sendiri juga akan mendapat penderitaan kekal. ’’Jadi semua itu juga akibat kesalahan manusia sendiri,’’ tegas Romo Sapta.
Selanjutnya ia memberi langkah yang patut dilakukan oleh manusia yaitu jangan melakukan kejahatan dalam hidup.
Wartawan Waskat.id mencatat perumpamaan yang disampaikan Romo Sapta tentang pohon ara, seperti pohon anggur juga pohon yang berguna. Dapat saja setelah bertahun-tahun ditanam pohon-pohon itu juga tidak menghasilkan.
Berdasar Firman Tuhan, Romo Sapta memberikan penjelasan, pohon yang tidak menghasilkan ini patut ditebang. Tetapi bukan berarti ini merupakan hukuman Tuhan melainkan akibat perbuatan manusia sendiri. ’’Manusia diumpamakan pohon itu, pohon yang tidak berbuah setelah diberi kesempatan juga patut ditebang,’’ kata rohaniwan gereja di Bojonegoro ini.
Disampaikannya, untuk pohon yang masih mungkin bertumbuh dan berbuah, dapat diberi kesempatan. Biarlah ia tumbuh setahun lagi, dan diberi pupuk. Mungkin tahun depan dia akan berbuah. Kalau berbuah, tenanglah ia.
Menurut Romo Sapta, manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menata hidup. Seperti orang yang sakit minta kesempatan kepada Tuhan untuk hidup. ’’Kesempatan itu adalah untuk melakukan pertobatan,’’ tuturnya.
Dia menegaskan, buah pertobatan itu harus nyata. Misalnya keadilan, berbuat baik, berbelas kasih dengan kemurahan hati. Bukan hanya buah dengan mengaku dosa. Tetapi harus nyata didalam hidup. Bukan hanya akan berbuah tetapi juga sedang berbuah.
’’Kita diingatkan oleh Tuhan supaya hidup tidak sia-sia. Ada yang diberi umur sampai 80 tahun untuk memperbaiki hidup. Jangan sia-siakan hidup,’’ kata Romo Sapta kelahiran Klaten, Jawa Tengah, mengakhiri khotbah Homilinya. ***
Wartawan: Jonathan
