Bojonegoro, Waskat.id – Dolok Cozy Space bersama Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menggelar event bertaraf internasional dengan tajuk Bojonegoro Cross Culture 2025. Event ini mengkolaborasikan kesenian dari Kota Bojonegoro, Jawa Timur dengan kesenian manca negara yakni Korea Selatan, Jepang dan Spanyol.

Joko Guritno, Pengelola Dolok Cozy Space mengungkapkan, Bojonegoro Cross Culture (Lintas Budaya Bojonegoro) dihelat selama tiga hari yakni tanggal 6 – 8 Agustus 2025, bertempat di Dolok Cozy Space, Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Dalam event ini disajikan kesenian lokal Bojonegoro yakni Ketoprak Prada Budaya, Sandur Sayap Jendela, Karawitan, Khayangan Api Dance, Reog Ponorogo, dan Oklik Indonesia.

’’Bojonegoro Cross Culture kita harapkan menjadi ajang promo seni dan budaya masyarakat Bojonegoro ke panggung internasional,’’ kata Joko Guritno yang juga sebagai panitia pelaksana Bojonegoro Cross Culture 2025 kepada wartawan Waskat.id.

Sedangkan sajian seni dari Jepang menampilkan tari kotemporer Maiohgi Sono Ono Ume, yang dibawakan oleh Rina Takahashi. Dalam lagu ini seorang penari bernama Hotokegozen pergi ke hadapan Kiyomori Taira yang kejam, dan menampilkan tarian dengan mengenakan penutup kepala formal dan membawa pedang, yang dianggap sebagai barang milik laki-laki. Setelah tarian, ia mengenalkan dirinya sebagai putri Tsuruhime, putri Kiichi Hogan, seorang prajurit terkenal, dan menjelaskan kepada Kiyomori bahwa tirani itu salah. Aura tradisi dapat dirasakan dalam tarian dan lagu ini. Selain itu, Jepang juga menampilkan tarian Kabuku Mai yang dibawakan oleh seniman Jun Amanto.

Delegasi Korea Selatan (Korsel) dalam Bojonegoro Cross Culture, menampilkan kesenian Haman Nongyo (Korea Agricultural Folksong), yang menggambarkan tradisi masyarakat agraris di Korea Selatan. Haman Nongyo menggambarkan semangat gotong royong masyarakat pedesaan Korsel dalam bercocok tanam.

Haman Nongyo adalah lagu rakyat pertanian tradisional Korea dari Kabupaten Haman, Gyeongsangnam-do. Lagu ini mengusung ritme agraris dan semangat komunal yang berakar pada kerajaan Arogaya kuno. Lagu ini secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Gyeongsangnam-do tahun 2016.

Haman Nongyo merupakan bentuk seni komprehensif yang mencakup nyanyian, tarian, pertunjukan instrumental dan unsur-unsur drama. Lagu ini dibawakan oleh kelompok besar dengan alat peraga seperti alat pertanian dan tas simbolis.

Sementara itu, Rodrigo Parejo, musisi lintas negara dari Spanyol menampilkan lagu berjudul The Java Spring (musim semi di Jawa) dengan iringan musik jazz additional player. ***

Wartawan: Kang Zen

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *