Bojonegoro, Waskat.id – Di tengah hiruk-pikuk pembangunan yang menggerus tradisi, sebuah cahaya kecil tak pernah padam: para pegiat budaya pada Dewan Kebudayaan Bojonegoro (DKB) tetap bersemangat mempertahankan dan mengembangkan adat istiadat dan budaya masyarakat Bojonegoro. Pada masa kepemimpinan Bupati Setyo Wahono, ketika pembangunan sumber daya manusia mengiringi pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama, DKB muncul sebagai penjaga gawang tak terlihat yang berjuang untuk menjaga denyut nadi kebudayaan di Bumi Angling Dharma.

Bukan Sekadar Lembaga Tapi Benteng Terakhir
DKB bukan sekadar lembaga di atas kertas. Mereka adalah garda terdepan yang berupaya mati-matian agar Bojonegoro tidak kehilangan identitasnya. Di saat banyak seni tradisional terancam punah, DKB hadir sebagai penyelamat.

Mereka mendokumentasikan, menghidupkan kembali, dan bahkan melatih generasi muda untuk kembali mencintai warisan leluhur, seperti Reog Gendruwon Ayon-Ayon yang semakin ditinggalkan, atau tari-tarian khas Bojonegoro yang terpinggirkan. Melalui tangan dingin para anggota DKB, warisan-warisan ini seolah mendapat nyawa baru, keluar dari kegelapan dan kembali bersinar di atas panggung-panggung desa.

Jembatan Di Atas Jurang Ketidakpastian
Di era sebelumnya dikuatkan pada masa kini, DKB menjadi jembatan yang menghubungkan seniman lokal dengan pemerintah.

Di satu sisi, para seniman sering kali merasa terabaikan. Di sisi lain, pemerintah punya prioritas lain yang tak kalah penting. DKB lah yang dengan sabar menjembatani jurang itu, memastikan suara para seniman terdengar.

Mereka mengorganisir festival, pameran, dan pertunjukan yang tidak hanya menjadi panggung, tetapi juga etalase bagi kekayaan budaya Bojonegoro. Berkat perjuangan mereka, para pelukis, penyair, dan pemusik lokal mendapatkan ruang untuk bernapas dan diapresiasi di tanahnya sendiri.

Peran Krusial DKB Dalam Pelestarian Identitas Lokal
Di tengah arus modernisasi, peran Dewan Kebudayaan Bojonegoro (DKB) sangat vital sebagai garda terdepan pelestarian budaya. Tak hanya mendokumentasikan seni-tari dan Reog Gendruwon Ayon-Ayon, DKB juga berjuang keras untuk menjaga tiga pilar kebudayaan khas Bojonegoro: bahasa Jawa dialek Bojonegaran, Sandur, dan Wayang Thengul.

Bahasa Jawa Dialek Bojonegaran
Selain pelestarian bahasa Jawa umum, bahasa Jawa dialek Bojonegaran memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari dialek lain di Jawa Timur. Kosakata dan ciri fonologisnya khas, seperti perubahan akhiran kata atau penggunaan imbuhan tertentu.

DKB sadar bahwa tanpa upaya pelestarian, dialek ini bisa terkikis oleh bahasa Jawa standar atau bahkan bahasa Indonesia. Mereka berkomitmen untuk menjaga bahasa ini tidak hanya melalui sastra, tetapi juga dengan mendorong penggunaannya dalam komunikasi sehari-hari, terutama di kalangan generasi muda.

Kesenian Sandur
Sandur, seni teater tradisional yang populer di Bojonegoro dan Tuban, merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur. Kesenian ini memadukan unsur drama, tari, karawitan, dan akrobatik dengan cerita-cerita lokal yang diperlukan oleh tokoh Germo, Petak, Balong, Tangsil dan Cawik.

Dulu, Sandur sering dipentaskan sebagai ungkapan syukur para petani setelah panen. Namun, seperti banyak seni tradisional lainnya, Sandur juga sempat mengalami kemunduran. Di sinilah peran DKB terlihat. Mereka mempertahankan dan melanjutkan upaya menghidupkan kembali Sandur dengan terus mengorganisir pementasan, melatih seniman muda, dan mendokumentasikan cerita-cerita yang terkandung di dalamnya.

Tujuannya adalah agar Sandur tidak hanya menjadi hiburan masa lalu, tetapi terus hidup sebagai bagian penting dari identitas budaya Bojonegoro.

Wayang Thengul dan Wayang Krucil
Sebagai ikon kesenian Bojonegoro, Wayang Thengul adalah sejenis wayang golek tiga dimensi. Berbeda dari wayang golek biasa yang mengangkat kisah Ramayana atau Mahabharata, Wayang Thengul lebih sering menceritakan kisah-kisah menak (kisah tentang pahlawan Islam) atau cerita rakyat lainnya. Ciri khasnya terletak pada bentuknya yang bulat dan tebal. Untuk menjaga Wayang Thengul tetap relevan, DKB dan para dalang berkolaborasi untuk memastikan kesenian ini terus dipentaskan dan diwariskan. Upaya mereka mencakup mengorganisir pertunjukan di berbagai acara, melakukan regenerasi dalang, dan bahkan mempromosikannya melalui media digital. Hal serupa dilestarikan adalah Wayang Krucil


Kebudayaan Non-Kesenian: Menjaga Jejak Sejarah dan Kekayaan Intelektual

Selain seni pertunjukan seperti Reog, Sandur, dan Wayang Thengul, Dewan Kebudayaan Bojonegoro (DKB) juga berperan penting dalam melestarikan warisan budaya non-kesenian. Upaya ini mencakup berbagai aspek, mulai dari situs-situs cagar budaya, tradisi lisan, hingga karya sastra, yang semuanya menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Bojonegoro. DKB memastikan jejak sejarah dan kekayaan intelektual ini tetap lestari di tengah gempuran modernisasi.

Cagar Budaya dan Situs Sejarah
Bojonegoro kaya akan situs-situs bersejarah yang menyimpan cerita masa lalu. DKB proaktif dalam mendata, mengadvokasi, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melindungi situs-situs ini.

Beberapa upaya yang mereka lakukan meliputi:
Situs Watu Jago: Berada di Desa Meduri, situs ini dipercaya sebagai tempat petilasan Prabu Angling Dharma. DKB membantu mempromosikan situs ini sebagai destinasi wisata religi dan sejarah, sambil mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian peninggalan tersebut.

Petilasan Tokoh Spiritual: Petilasan Mbah Pung di Desa Ngraho Kecamatan Gayam merupakan salah satu situs penting yang menunjukkan penyebaran Islam di wilayah Bojonegoro. DKB berupaya mengintegrasikan cerita dan nilai-nilai dari situs ini ke dalam narasi sejarah lokal agar tidak hilang dari ingatan kolektif.

Makam kuno dan artefak: DKB juga mendampingi upaya pendataan makam-makam kuno yang tersebar di berbagai desa, serta artefak-artefak yang ditemukan oleh warga. Pendataan ini menjadi langkah awal untuk memastikan peninggalan tersebut dapat dipelajari dan dilindungi sesuai dengan undang-undang cagar budaya.

Sastra Dan Tradisi Lisan
Peran DKB dalam sastra juga tidak bisa diremehkan. Komite Sastra di DKB, yang salah satunya digawangi oleh penulis artikel ini, fokus pada upaya pelestarian dan pengembangan sastra lokal.

Bahasa dan dialek: Selain berjuang menjaga bahasa Jawa dialek Bojonegaran melalui komunikasi sehari-hari, DKB juga mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan. Melalui karya-karya sastra, seperti puisi atau cerita pendek, dialek ini dipastikan memiliki ruang untuk tetap hidup dan berkembang.

Menerbitkan karya sastra lokal: DKB menjadi fasilitator bagi para penulis lokal untuk mempublikasikan karyanya. Mereka mendorong penulisan cerita rakyat, legenda, dan sejarah lokal agar menjadi bagian dari literatur Bojonegoro. Dengan demikian, pengetahuan lokal tidak hanya diwariskan secara lisan, tetapi juga tercatat secara permanen.

Penyelenggaraan acara sastra: DKB secara rutin mengadakan acara seperti diskusi buku, bedah karya, atau lokakarya penulisan. Kegiatan ini bertujuan untuk menghidupkan ekosistem sastra di Bojonegoro dan memberikan wadah bagi para penulis, penyair, maupun sastrawan muda untuk berkarya dan berinteraksi.

Semangat Yang Tak Pernah Padam Dibalik Keterbatasan
Namun, perjuangan DKB tidaklah mudah. Keterbatasan di sisi internal dan eksternal justru memicu kreativitas mereka. Mereka tidak menyerah, melainkan mencari solusi inovatif dan membangun sinergi dengan berbagai pihak, menjadikan keterbatasan itu sebagai pemicu untuk bergerak lebih maju.

Singkatnya, peran DKB di masa kepemimpinan Setyo Wahono adalah bukti nyata bahwa kebudayaan tidak akan pernah mati selama ada sekelompok orang yang rela berkorban untuknya. Mereka adalah penjaga api, memastikan percikan kebudayaan Bojonegoro tidak padam, melainkan terus menyala, memberikan kehangatan dan cahaya bagi masa depan. Mereka membuktikan bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan identitas, dan modernisasi bisa berjalan berdampingan dengan pelestarian. ***

Penulis: Yonathan Rahardjo
Komite Sastra Dewan Kebudayaan Bojonegoro

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *