Bojonegoro, Waskat.id – Senja di jantung kota Bojonegoro, aroma tanah basah dan riuh tepuk tangan menyatu dalam udara. Kota ini, dengan bangga, menjadi panggung megah pada puncak peringatan Hari Koperasi ke-78 Provinsi Jawa Timur. Di bawah langit yang merona, Stadion Letjen H. Soedirman berubah menjadi kanvas hidup, di mana ribuan pasang mata menanti sebuah pertunjukan yang akan terukir dalam sejarah.
Suasananya seperti malam yang merayap, dan keajaiban pun dimulai. Sekitar 2.025 penari, layaknya kunang-kunang yang menghias angkasa, meliuk harmonis dalam Tari Api Kayangan. Mereka bukan sekadar penari, melainkan perwujudan semangat. Masing-masing seperti memegang obor, menciptakan lautan api yang bergelombang, menari dalam irama yang sama. Cahaya obor itu memantulkan mimpi dan harapan, menerangi wajah-wajah penuh dedikasi yang telah berlatih selama sebulan penuh. Tarian ini, sebuah mahakarya dari koreografer Dyas Kirana Khomariah, bukan hanya memukau, tetapi juga berhasil memecahkan Rekor MURI, menjadi simbol dari kekompakan dan kreativitas yang membara di tanah Bojonegoro.
Simbol Semangat Dan Asa
Bagaikan dari balik tirai kegelapan, hadir para pemimpin. Menteri Koperasi Republik Indonesia, Budi Arie, dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono serta para bupati dan walikota seJawa Timur berdiri di tengah keramaian, menyaksikan sebuah persembahan yang melampaui batas seni. Mereka menyaksikan bagaimana semangat koperasi, yang diusung dalam tema ”Koperasi Maju Indonesia Adil Makmur”, hidup dalam setiap gerakan para penari. Mereka menyaksikan sebuah perayaan yang merayakan sejarah, sekaligus merajut masa depan.
Acara ini tidak berhenti di panggung utama. Di sekitarnya, sebuah Pasar Rakyat UMKM digelar, memajang keunggulan koperasi dan usaha mikro. Aroma sate dan jajanan tradisional berbaur dengan tawa riang, menciptakan suasana hangat yang merangkul semua orang. Selama sepuluh hari penuh, pasar ini akan menjadi denyut nadi, tempat di mana kreativitas dan gotong royong bertemu, membuktikan bahwa Bojonegoro adalah gerbang baru bagi mimpi-mimpi Nusantara.
Di akhir pertunjukan, seperti ketika obor-obor mulai padam dan nyanyian hening, gema tarian masih terasa. Koreografer tari dengan atribut setiap penari selendang merah itu, Dyas Kirana Khomariah mengungkapkan harapannya, bahwa tarian ini akan menjadi lebih dari sekadar pertunjukan. Ia berharap, lambang api yang menyala di tangan para penari akan menjadi simbol semangat yang tak pernah pudar, mempromosikan kekayaan budaya Bojonegoro ke seluruh penjuru negeri, dan mengukir nama kota ini sebagai pusat kreativitas dan gotong royong.***
Wartawan: Yonathan Rahardjo
